Jumat, 23 April 2010

Perjanjian Kerjasama

Dewasa ini hampir tidak ada satu orangpun yang bisa melakukan usahanya dengan hanya mengandalkan dirinya sendiri, apalagi jika usaha itu sudah tergolong skala besar. Ada banyak faktor yang menjadi penyebabnya, antara lain karena keterbatasan modal, keterbatasan skill, ataupun karena tuntutan perkembangan usahanya yang semakin maju. Untuk mengatasi kesulitan tersebut maka berkembanglah apa yang dinamakan kerjasama. Sebagai dasar dari kerjasama tersebut dibutuhkan apa yang disebut dengan Perjanjian Kerjasama.

Perjanjian Kerjasama pada prinsipnya dibedakan kedalam 3 pola, yaitu :
1. Joint Venture (Usaha Bersama);
2. Joint Operational (Kerjasama Operasional); dan
3. Single Operational (Operasional Sepihak)

Ad 1). Joint Venture.
Joint Venture adalah merupakan bentuk kerjasama umum, dapat dilakukan pada hampir semua bidang usaha, dimana para pihak masing-masing menyerahkan modal untuk membentuk badan usaha yang mengelola usaha bersama. Contohnya, para pihak bersepakat untuk mendirikan pabrik garment. Untuk mendirikan usaha tersebut masing-masing pihak menyerahkan sejumlah modal yang telah disepakati bersama, lalu mendirikan suatu pabrik.

Ad 2). Joint Operational.
Joint Operational adalah bentuk kerjasama khusus, dimana bidang usaha yang dilaksanakan merupakan bidang usaha yang :
- merupakan hak / kewenangan salah satu pihak
- bidang usaha itu sebelumnya sudah ada dan sudah beroperasional,
dimana pihak investor memberikan dana untuk melanjutkan / mengembangkan usaha yang semula merupakan hak / wewenang pihak lain, dengan membentuk badan usaha baru sebagai pelaksana kegiatan usaha.
Contoh : Kerjasama Operasional (KSO) antara PT. Telkom dengan PT. X untuk pengembangan jaringan pemasangan telepon baru. Untuk pelaksanaannya dibentuk PT. ABC yang sahamnya dimiliki PT. Telkom dan PT. X.

Ad 3). Single Operational.
Single Operational merupakan bentuk kerjasama khusus dimana bidang usahanya berupa “bangunan komersial”. Salah satu pihak dalam kerjasama ini adalah pemilik yang menguasai tanah, sedangkan pihak lain – investor, diijinkan untuk membangun suatu bangunan komersial diatas tanah milik yang dikuasai pihak lain, dan diberi hak untuk mengoperasionalkan bangunan komersial tersebut untuk jangka waktu tertentu dengan pemberian fee tertentu selama jangka waktu operasional dan setelah jangka waktu operasional berakhir investor wajib mengembalikan tanah beserta bangunan komersial diatasnya kepada pihak pemilik / yang menguasai tanah. Bentuk kerjasama ini lasimnya disebut : BOT (Build, Operate and Transfer), dan variannya adalah : BOOT (Build, Own, Operate and Transfer), BLT (Build, Lease and Transfer) dan BOO (Build, Own and Operate).

2 komentar:

  1. bangunan dalam kasus sewa bangun alih (BLT)secara hukum milik siapa pak...?terutama saat bangunan baru selesai dibangun / masih dioperasikan oleh investor...apa landasan hukumnya...
    terima kasih

    jawaban mohon dikirim ke hawirfinec@gmail.com

    BalasHapus
  2. untuk dasar hukum KSO apa ya?
    Terimakasih

    BalasHapus