Minggu, 04 April 2010

Hukum Perkawinan

Perkawinan Perdata, ialah pertalian yang sah antara seorang lelaki dan seorang perempuan untuk waktu yang lama. UU memandang perkawinan hanya dari hubungan keperdataan ( Pasal 26 BW)

Dengan demikian, bersifat YURIDIS karena sahnya perkawinan jika syarat – syarat menurut UU (KUHPer) dipenuhi.

Artinya, bahwa suatu perkawinan yang sah, hanyalah perkawinan yang memenuhi syarat – syarat yang ditetapkan dalam KUHPer dan syarat – syarat peraturan yang dikesampingkan.

Menurut UU NO.1 Tahun 1974, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki – laki dan seorang wanita sebagai suami istri yang bertujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Kekurangan Pasal 26 KUHPer,tidak memperhatikan beberapa hal seperti :

  • Unsur Agama. : UU tidak mencampurkan upacara – upacara perkawinan menurut peraturan
  • UU tidak memperhatikan larangan – larangan untuk kawin seperti ditentukan peraturan agama

Segi Agama, cerai tidak dimungkinkan meskipun dalam hukum agama katolik, tidak ada istilah perceraian

Segi Biologis, UU tidak memperhatikan faktor – faktor biologis seperti kemandulan

Segi motif, UU tidak mempedulikan motif yang mendorong para pihak untuk melangsungkan perkawinan

Jadi, KUHPer hanya memperlihatkan segi – segi formalitas saja.

Positifnya Pasal 26 KUHPer :

  • Perkawinan monogami : Sesuai dengan Pasal 27 KUHPer
  • Hakikat perkawinan adalah suatu lembaga yang abadi dan hanya dapat putus karena kematian
  • Cerai tetap dibolehkan tetapi karena alasan2 tertentu ; limitatif

Pelanggaran terhadap Pasal 27 KUHPer, dapat dikenakan pidana sesuai dengan Pasal 279 KUHPidana.

Yang berisi bahwa seseorang dapat diancam pidana penjara paling lama 5 tahun apabila ia mengadakan perkawinan padahal masih terikat pada perkawinan sebelumnya yang menjadi penghalang yang sah untuk perkawinan yang baru.

Dan apabila menyembunyikan perkawinan baru tersebut maka dapat dikenakan pidana penjara selama 7 tahun.

Perkawinan merupakan suatu lembaga yang abadi, yg dapat disimpulkan dengan :

  1. Larangan perceraian dengan persetujuan
  2. Hakim wajib mendamaikan kembali sebelum memutuskan perkara perceraian
  3. Perceraian harus dengan alasan – alasan terbata, di luar alasan – alasan tersebut perceraian dilarang.

AKIBAT PERKAWINAN

AKIBAT PERKAWINAN TERHADAP DIRI PRIBADI

Hak dan Kewajiban suami istri dalam KUHPer :

  1. Pasal 103 KUHPer, harus setia – mensetiai dan tolong menolong
  2. Pasal 105 KUHPer, suami adalah kepala rumah tangga, suami wajib memberi bantuan kepada istri/mewakili istri di pengadilan, suami harus mengemudikan urusan harta kekayaan milik pribadi istrinya, suami harus mengurus harta kekayaan sebagaimana seorang bapak rumah yang baik dan bertanggungjawab atas segala kealpan dalam pengurusan tersebut, suami tidak diperbolehkan memindahtangakan/membebani harta kekayaan tak bergerak milik istri tanpa persetujuan istri
  3. Pasal 106 KUHPer, istri harus tunduk dan patuh pada suaminya
  4. Pasal 107 KUHPer, suami wajib menerima diri istrinya dalam rumah yang didiami, suami wajib melindungi dan memberi apa yang perlu dan berpautan dengan kedudukan dan kemampuannya
  5. Pasal 108 KUHPer, istri tidak berwenang untuk bertindak dalam hukum
  6. Pasal 110 KUHPer, seorang istri tidak boleh menghadap di muka hakim tanpa bantuan suaminya

Hak dan Kewajiban suami istri dalam UU No.1 Tahun 1974 :

  1. Pasal 30, suami istri wajib menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar susunan masyarakat
  2. Pasal 31

-ayat 1, hak dan kedudukan suami istri seimbang

-ayat 2, masing – masing pihak berhak melakukan perbuatan hukum

-ayat 3, suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga

3. Pasal 32, suami istri harus mempunyai tempat kediaman tetap yang

ditentukan suami istri bersama

  1. Pasal 33, suami istri wajib saling mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahir batin
  2. Pasal 34, suami wajib melindungi istri, memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai kemampuan, istri wajib mengatur urusan rumah tangg sebaiknya, jika salah satu gagal/melakukan kewajibannya maka dapat mengajukan gugatan pada pengadilan

AKIBAT PERKAWINAN TERHADAP HARTA BENDA SUAMI ISTRI

Menurut KUHPer adalah harta campuran bulat dalam pasal 119 KUHPer harta benda yang diperoleh sepanjang perkawinan menjadi harta bersama meliputi seluruh harta perkawinan yaitu :

  1. Harta yang sudah ada pada waktu perkawinan
  2. Harta yang diperoleh sepanjang perkawinan

Namun, ada pengecualian bahwa harta tersebut bukan harta campuran bulat yaitu apabila terdapat :

  1. Perjanjian kawin
  2. Ada hibah/warisan, yang ditetapkan oleh pewaris Pasal 120 KUHPer

Menurut Pasal 35 UU No. 1 tahun 1974, yaitu :

1. Harta bersama adalah harta benda yang diperoleh sepanjang perkawinan

2. Harta bawaan adalah harta yang dibawa masuk ke dalam suatu perkawinan. Penguasaannya tetap pada masing – masing suami istri yang membawanya ke dalam perkawinan, sepanjang pihak tidak menentukan lain.

AKIBAT PERKAWINAN TERHADAP ANAK KETURUNAN (Pasal 250 KUHPer)

Pasal 250 KUHPer, Tiap – tiap anak yang dilahrikan atau ditumbuhkan sepanjang perkawinan, memperoleh si suami sebagai bapaknya (tentang anak sah)

Anak sah menurut Pasal 42 UU No.1 tahun 1974, adalah :

"Anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat dari perkawinan yang sah"

Penyangkalan anak dapat dilakukan menurut Pasal 251 – 254 KUHPer, jika :

  1. Dilahirkan sebelum 180 hari sejak saat perkawinan
  2. Jika masa 180 + 300 hari, belum pernah berhubungan tetapi istri melahirkan
  3. Istri melakukan perzinahan
  4. Anak dilahirkan setelah lewat 300 hari, keputusan hakim sejak perpisahan meja dan tempat tidur

Penyangakalan anak,

  1. Dilakukan oleh suami sendiri, maka :

a. Satu bulan ia berada di tempat

b. Dua bulan sesudah ia kembali dari bepergian

c. Kehadiran disembunyikan dua bulan

2. Dilakukan oleh ahli waris suami, setelah 2 bulan suami meninggal

PEMBUKTIAN ANAK SAH, dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan dua akte, yaitu :

1. Akte perkawinan, milik ibu

2. Akte kelahiran, dari ibu mana anak tersebut dilahirkan

Selain itu, dapat dilakukan pembuktian langsung/nyata yaitu :

1. Memakai nama keluarga Ayah

2. Masyarakat sekitar mengakui

3. Ayah memperlakukan baik keluarga lainnya

Anak diluar kawin/natuurlijk kind apabila diakui melalui akte pengakuan anak maka akan menimbulkan hubungan hukum dengan suami/istri yang mengakui. Apabila tidak diakui maka tidak ada hubungan hukum.

KEKUASAAN ORANG TUA / Ouderlijke Macht

Kekuasaan orangtua meliputi dua hal, yaitu :

  1. Diri anak ; kebutuhan fisik anak
  2. Harta anak ; pengurusan harta sang anak

Sifat kekuasaan orangtua menurut KUHPer adalah kekuasaan kolektif yang dipegang oleh Ayah

Sifat kekuasaan orangtua menurut UU No. 1 tahun 1974 adalah kekuasaan tunggal yang ada pada masing – masing pihak ayah dan ibu

Pencabutan kekuasaan orangtua dapat dilakukan (Pasal 49 UU No.1 1974), apabila :

  1. melalaikan kewajiban sebagi orangtua
  2. berkelakukan buruk
  3. Dihukum karena suatu kejahatan

AKIBAT PERKAWINAN YANG LAIN

Mengenai hubungan darah adalah sebagai berikut :

  1. Anak terhadap orangtua. Anak yang sah mempunyai hubungan darah yang sah baik dengan ayah maupun ibunya
  2. Anak terhadap ibunya (Pasal 280 KUHPer dan UU No. 1 tahun 1974). Menurut KUHPer, anak diluar kawin baru mempunyai hubungan darah dengan ibu apabila sang ibu mengakuinya.

Menurut UU No. 1/1974, setiap anak secara otomatis mempunyai hubungan darah dengan ibunya

  1. Anak terhadap ayahnya, menurut KUHPer seorang anak luar kawin baru mempunyai hubungan darah dengan ayahnya kalau sang ayah mengakuinya secara sah

KONSEPSI PERKAWINAN

Konsepsi, diartikan sebagai sistem hukum yang dipakai / sistem hukum tertentu. Sistem hukum tsb berbeda, hal tsb tergantung dari :

  1. pandangan hidup
  2. karakter
  3. cara berpikir penganut sistem (negara/bangsa)

Perbedaan sistem hukum konsepsi perkawinan dalam sistem KUHPer/BW dan UU No. 1 tahun 1974 adalah :

1. Konsepsi perkawinan menurut KUHPer, hanya dipandang dari segi keperdataannya saja. Artinya, UU melihat perkawinan itu sah dan syarat – syaratnya menurut UU dipenuhi. Yang dilihat hanya faktor yuridis sesuai dengan Pasal 26 KUHPer.

2. Konsepsi perkawinan menurut UU No. 1 Tahun 1974, dapat dlihat dalam pasa 1 UU no.1/1974. Yang berisi :

Perkawinan adalah :

- ikatan lahir batin antara seorang laki – laki dengan seorang wanita

- sebagai suami istri yang bertujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal

- berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa

Unsur – Unsur dalam Konsepsi Perkawinan

Terdapat Unsur – unsur atau asas – asas tentang konsepsi perkawinan di dalam Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974, yaitu :

  • Unsur religius / Keagamaan

Pasal 2 ayat 1, Pasal 8 sub f, Pasal 29 ayat 2, Pasal 51 ayat 3

  • Unsur biologis

Pasal 4 sub c

  • Unsur Sosiologis

Pasal 7 ayat 1

  • Unsur Yuridis

Pasal 2 ayat 2, Pasal 35 ayat 1 dan 2, Pasal 36 ayat 1 dan 2, Pasal 37

SYARAT – SYARAT PERKAWINAN

- Syarat perkawinan menurut KUHPer / BW

- Syarat perkawinan menurut Undang Undang Nomor 1 tahun 1974

Menurut KUHPer / BW

Syarat Materil

  • Syarat Materil Umum, yang berlaku untuk seluruh perkawinan yang terdiri dari :

- Kata Sepakat (Pasal 28 KUHPer)

- Asas yang dianut Monogami mutlak (Pasal 27 KUHPer)

- Batas usia (Pasal 29 KUHPer)

- Tenggang waktu tunggu, 300 hari (Pasal 34 KUHPer)

  • Syarat Materil Khusus, berlaku hanya untuk perkawinan tertentu, seperti :

- Larangan Perkawinan (Pasal 30, 31, 32, 33 KUHPer)

- Izin Kawin (Pasal 33, 35 – 38, 40, 42 KUHPer)

Syarat Formil

Mengenai Tata Cara Perkawinan, baik sebelum maupun setelah perkawinan

Sebelum Perkawinan :

  • Pemberitahuan / aangifte

Tentang kehendak kawin kepada pegawai catatan sipil, yaitu pegawai yg nantinya akan melangsungkan pernikahan

  • Pengumuman

Menurut Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974

Syarat Materil

  • Syarat Materil Umum
  • Kata Sepakat
  • Azas yang dianut, monogami tidak mutlak / monogamy terbuka
  • Batas usia, laki – laki 19 tahun, perempuan 16 tahun
  • Jangka waktu :
    • cerai mati : 130 hari
    • cerai hidup : 3 kali suci
  • Syarat Materil Khusu
  • Larangan perkawinan (Pasal 7 UU no.1/1974)
  • Izin Kawin (Pasal 6 ayat 2 UU no.1/1974)

Syarat Formil

  • Sebelum Perkawinan :
  1. Pemberitahuan
  2. Penelitian
  3. Pengumuman
  • Pelangsungan perkawinan
  • Melaksanakan perkawinan

/AP Darell

Kepustakaan :

  • Pokok-Pokok Hukum Perdata (Prof. Subekti, SH)
  • Hukum Perorangan dan Kekeluargaan Perdata Barat( Dr.Wienarsih Imam Subekti, SH,MH, Sri Soesilowati Mahdi, SH)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar