Senin, 05 April 2010

Bahan Hukum Perbankan

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia :
Bank adalah usaha di bidang keuangan yang menarik dan mengeluarkan uang di masyarakat, terutama memberikan kredit dan jasa di lalulintas pembayaran dan peredaran uang.
Menurut UU N0. 10 Tahun 1998 Tentang perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan Pasal 1 (2) :
“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.

Pengertian Perbankan :
Pasal 1 (1) UU No. 10/1998 :
“perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan”

Bank Lembaga Keuangan
Lembaga keuangan terdiri dari dua jenis yaitu :
- Lembaga keuangan bank
- Lembaga keuangan bukan bank

Adalah suatu badan yang melakukan kegiatan dibidang keuangan berupa usaha menghimpun dana, memberikan kredit, sebagai perantara dalam usaha mendapatkan sumber pembiayaan, dan usaha penyertaan modal, semuanya dilakukan secara langsung atau tidak langsung melalui penghimpunan dana terutama dengan jalan mengeluarkan kertas berharga.
Lembaga bukan bank beroperasi dibidang pasar uang dan modal
Segi usaha pokok yang dilakukan yaitu :
- sektor pembiayaan pembangunan berupa pemberian kredit jangka menengah/panjang serta melakukan penyertaan modal.
- Usaha ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang-bidang tertentu seperti memberikan pinjaman kepada masyarakat berupa pegadaian.
Perbedaannya dengan bank. Lembaga keuangan bukan bank tidak diperkenankan menerima simpanan baik dalam bentuk giro, deposito maupun tabungan. Penghimpunan dana hanya dapat dilakukan dengan pengeluaran kertas berharga.
Jenis Lembaga Keuangan Bukan Bank yaitu :
1. Asuransi
2. Lembaga pembiayaan
3. Pegadaian
4. Penyelenggara dana pensiun

Sumber Hukum perbankan

  • Undang-Undang Dasar 1945
  • UU No. 10 Tahun 1998 Tentang perubahan UU No. 7 Tahun 1992 Tentang perbankan
  • UU No. 23 Tahun 1999
  • UU No. 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia
  • Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
  • Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, dan UU Kepailitan
  • Peraturan Pemerintah
  • Surat Keputusan presiden
  • Keputusan Menteri Keuangan
  • Surat Keputusan dan Surat Edaran Bank Indonesia
  • Peraturan lainya yang berhubungan erat dengan kegiatan perbankan, misalnya : Peraturan Menteri Agraria mengenai Hipotik dan Credietverband, dan sebagainya.

ASAS DAN FUNGSI BANK
I. ASAS
Asas Perbankan Indonesia dapat dapat diketahui dalam UU No. 10/1998 tentang Perbankan pada Pasal 2 :
“ Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian”.

Demokrasi ekonomi yang dimaksud adalah demokrasi ekonomi yang berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945.
Mengenai prinsip kehati-hatian sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Perbankan, tidak ada penjelasan secara resmi, tetapi kita dapat mengemukakan bahwa bank dan orang-orang yang terlibat didalamnya, terutama dalam membuat kebijaksanaan dan menjalankan kegiatan usahanya wajib menjalankan tugas dan wewenangnya masing-masing secara cermat, teliti, dan profesional sehingga memperoleh kepercayaan masyarakat. Selain itu bank dalam menjalankan usahanya harus selalu mematuhi seluruh peraturan perundang-undangan yang berlaku secara konsisten dengan didasari oleh itikad baik.

II. Fungsi
Diatur dalam Pasal 3 UU N0. 10/1998 :
“ Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat”.
Dari ketentuan ini terlihat fungsi bank sebagai perantara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana (surplus of funds) dengan pihak-pihak yang kekurangan dan memerlukan dana (lacks of funds).

JENIS DAN USAHA BANK

I. JENIS – JENIS BANK
Dalam ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU Perbankan membagi bank dalam dua jenis, yaitu :
1. Bank Umum
Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran
2. Bank Perkereditan Rakyat.
Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Bank umum kepemilikannya mungkin saja dimiliki oleh negara (pemerintah daerah), swasta asing, dan koperasi sedangkan BPR hanya dimungkinkan dimiliki oleh negara (pemerintah daerah), swasta dan koperasi saja.
Jenis bank dari segi kepemilikannya
1. Bank milik negara
2. Bank milik pemerintah daerah
3. Bank milik swasta baik dalam negeri maupun luar negeri
4. Bank koperasi

PERIZINAN DAN BENTUK- BENTUK HUKUM BANK

Perizinan Bank
Pengaturan perizinan sangat penting dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan usaha menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam berbagai bentuknya. Hal ini penting untuk melindungi kepentingan masyarakat, terutama terhadap nasabah penyimpan dan simpanannya.
Mengenai perizinan UU Perbankan telah mengatur dalam Pasal 16 ayat (1), (2), dan (3) yaitu :
Pasal 16 (1) :
“Setia pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai bank umum atau bank perkereditan rakyat dari pimpinan bank Indonesia, kecuali apabila kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dimaksud diatur dengan undang-undang”.

Syarat Untuk Memperoleh Izin
Pasal 16 (2) :
Untuk memperoleh izin usaha bank umum dan bank perkreditan rakyat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), wajib memenuhi persyaratan sekurang-kurangnya tentang :
a. susunan organisasi dan kepengurusan
b. permodalan
c. kepemilikan
d. keahlian dibidang perbankan
e. kelayakan rencana kerja.
Pasal 16 (3) :
Persyaratan dan tata cara perizinan bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan oleh Bank Indonesia.

BENTUK HUKUM BANK

Setelah berlakunya UU Perbankan, jenis bank hanya dikenal dua macam yaitu :
1. Bank Umum.
2. Bank Perkereditan Rakyat
( Pasal 5)

Ketentuan tentang bentuk hukum bank menurut UU No. 10 Tahun 1998, yaitu sebagai berikut :
 Bentuk hukum Bank Umum
- Perseroan terbatas (PT)
- Koperasi
- Perusahaan Daerah
(Pasal 21 ayat (1))
Bentuk hukum dari kantor perwakilan dan kantor cabang yang berkedudukan diluar negeri adalah mengikuti bentuk hukum kantor pusatnya.
(Pasal 21 ayat (3).
 Bentuk Hukum Bank Perkreditan Rakyat
- Perusahaan Daerah
- Koperasi
- Perseroan Terbatas
- Bentuk lain yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah
Bentuk hukum Bank Perkreditan Rakyat lebih banyak dari pada Bank Umum dimaksudkan untuk memberikan wadah bagi penyelenggara lembaga perbankan yang lebih kecil dari Bank Perkreditan Rakyat, seperti Bank Desa, Badan Kredit Desa, dan Lembaga-lembaga lainya sebagaimana dimaksud Pasal 58 UU Perbankan.

Pendirian Bank Umum hanya dapat didirikan oleh :
- Warga Indonesia
- Badan Hukum Indonesia
- Warga negara Indonesia dan atau Badan Hukum Indonesia dengan warga negara asing atau Badan Hukum asing secara kemitraan (Joint Venture)
(Pasal 22 ayat (2))

Bank Perkreditan Rakyat hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh warga negara Indonesia, Badan Hukum Indonesia yang seluruh pemilikannya warga negara Indonesia, pemerintah daerah, atau dapat dimiliki bersama di antara ketiganya.

PERSYARATAN DAN TATA CARA PENDIRIAN

Persyaratan dan tata cara pendirian Bank Umum yang diatur dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/33/KEP/DIR tentang Bank Umum.
Pasal 5 Kep. Direksi B I mengemukakan bahwa pemberian izin Bank Umum harus melalui dua tahapan :
1. Tahapan Persetujuan prinsip, yaitu persetujuan untuk melakukan persiapan bank yang bersangkutan.
2. Tahapan pemberian izin usaha, yaitu izin yang diberikan untuk melakukan usaha setelah persiapan selesai dilakukan.
Ketentuan ini mengisyaratkan bahwa sebelum memperoleh izin usaha, pihak yang telah memperoleh persetujuan prinsip tidak diperkenankan untuk melakukan kegiatan usahanya. Ketentuan ini memberikan pemahaman bahwa untuk sahnya kegiatan usaha bank harus terlebih dahulu adanya izin usaha dari Bank Indonesia.
Untuk mendapatkan persetujuan prinsip pemohon wajib melampirkan :
- rancangan anggaran dasar;
- daftar calon pemegang saham, susunan Direksi dan Dewan Komisaris;
- rencana susunan organisasi;
- rencana kerja;
- bukti penyetoran sekurang-kurangnya sebesar 30% (tiga puluh persen) dari modal setor

Untuk mendapat izin usaha pemohon wajib menyampaikan laporan kesiapan pendirian bank dengan melampiri:
- anggaran dasar yang sudah disahkan.
- Daftar pemegang saham, susunan Direksi dan Dewan Komisaris
- Susunan organisasi
- Bukti pelunasan seluruh modal.

Modal Bank
Pada prinsipnya sumber modal dari suatu bank terdiri dari empat sumber yaitu :
1. Modal yang bersumber dari bank sendiri
Yaitu modal dari para pemegang saham (pendiri bank) yang terdiri dari modal setor yang disebut “modal tetap”, karena tidak setiap saat dapat diambil. Sedang Bank Pemerintah modalnya terdiri dari dana/uang yang disisihkan dari anggaran belanja.
2. Modal yang bersumber dari masyarakat
Adalah Merupakan simpanan dari masyarakat yang dikelola oleh bank dengan sebaik-baiknya untuk memperoleh keuntungan, yang berupa :
a. simpanan giro
b. simpanan deposito
c. tabungan
3. Modal yang bersumber dari Bank Indonesia
Adalah modal yang dikucurkan Bank Indonesia melalui fasilitas kredit kepada bank-bank yang mengalami kesulitan pendanaan jangka pendek dan dijamin dengan agunan yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan.
4. Modal yang bersumber dari Lembaga Keuangan Bank dan Lembaga Keuangan Non Bank.
Modal yang termasuk dalam hal ini berupa :
- Pinjaman antar Bank
- Call Money adalah dana talangan yang bersumber dari lembaga keuangan bank. Merupakan dana dalam rupian yang dipinjamkan oleh bank lainya dalam jangka waktu 7 hari yang setiap waktu dapat ditarik kembali oleh bank yang meminjamkan tanpa dikenakan suatu pembebanan.
- Pinjaman Dana dari luar Negeri

Penghimpunan Dana oleh Bank
Penghimpunan dana merupakan jasa utama yang ditawarkan oleh dunia perbankan baik Bank Umum maupun Bank Perkreditan Rakyat. Kegiatan bank dalam usahanya menghimpun dana antara lain meliputi :
1. Simpanan Giro.
Pengertian “Giro” menurut Pasal 1 butir 6 UU Perbankan adalah :
“ Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan pemindahbukuan”.
Dari pengertian tersebut dapat ditarik dua pemahaman tentang giro, yaitu :
- penarikan dapat dilaksanakan setiap saat, yang berarti bahwa penarikan simpanan dalam bentuk giro dapat dilakukan oleh si penyimpan, pemilik girant tersebut setiap saat selama kas bank buka.
- Cara penarikan menggunakan cek dan bilyet giro. Namun dengan batas-batas tertentu penarikan dalam bentuk lain seperti sarana perintah pembayaran lain dan pemindah bukuan dapat dilakukan.

2. Deposito.
Deposito menurut Pasal 1 butir 7 UU Perbankan adalah :
“simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank”.
Jenis-jenis deposito :
a. Sertifikat Deposito.
Yakni deposito berjangka yang bukti penyimpanannya dapat diperdagangkan.
b. Deposito On Call.
Yakni deposito yang pengambilannya berdasarkan pemberitahuan terlebih dahulu (sesuai dengan perjanjian antara nasabah dengan Bank);
c. Deposito Otomatic Rolled Over.
Yakni deposito yang terus berjalan atau perpanjangan otomatis.

3. Tabungan.
Pengertian Tabungan dimuat dalam Pasal 1 butir 9 UU Perbankan
“ Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan atau alat lainya yang dipersamakan dengan itu”.
Ada 2 unsur yang dapat dikemuakan dari pengertian tersebut yaitu :
- simpanan dalam bentuk tabungan hanya dapat dilakukan sesuai dengan persyaratan tertentu yang telah disepakati oleh nasabah penyimpan bank.
- Dalam hal penarikan simpanan dalam bentuk tabungan dapat dilakukan secara langsung oleh sinasabah penyimpan atau orang lain yang dikuasakan olehnya dengan mengisi slip penarikan yang berlaku dibank yang bersangkutan.

Penarikan simpanan dalam bentuk tabungan tidak dapat dilakukan dengan mempergunakan cek, bilyet giro, dan atau alat lainya yang dipersamakan dengan itu.

Aspek Hukum Pemberian Kredit
Uang yang diterima dari masyarakat, apakah itu berbentuk simpanan berupa tabungan, giro, atau deposito, pada akhirnya diedarkan kembali oleh bank. Misalnya lewat pasar uang (money market), pendepositoan, Investasi dalam bentuk lain, dan terutama dalam bentuk pemberian kredit.

Pengertian Kredit
Secara etimologis istilah kredit kredit berasal dari bahasa latin, credere, yang berarti kepercayaan.

Sedangkan menurut UU No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.
Pasal 1 butir 11 dirumuskan :
“ kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.

Berdasarkan pengertian diatas menunjukkan bahwa prestasi yang diwajib dilakukan oleh debitur atas kredit yang diberikan kepadanya tidak semata-mata melunasi utangnya tetapi juga disertai dengan bunga sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya.

Kredit diberikan atas dasar kepercayaan, oleh karena itu dengan adanya pemberian kredit berati adanya kepercayaan. Makna kepercayaan tersebut adalah adanya keyakinan dari bank sebagai kreditur bahwa kredit yang diberikan akan sungguh-sungguh diterima kembali dalam jangka waktu telah ditertentu sesuai dengan kesepakatan.

Didalam ilmu perbankan dikenal adanya unsur-unsur kredit yang terdiri atas :
a. Kepercayaan, berarti bahwa setiap pelepasan kredit dilandasi dengan adanya keyakinan oleh bank bahwa kredit tersebut dapat dibayar kembali oleh debiturnya sesuai dengan jangka waktu diperjanjikan.
b. Waktu berarti bahwa antara pelepasan kredit oleh bank dengan pembayaran kembali oleh debitur tidak dilakukan pada waktu bersamaan, melainkan dipisahkan oleh tenggang waktu.
c. Degree of risk, berarti bahwa setiap pelepasan kredit jenis apapun akan terkandung risiko didalamnya yaitu risiko yang terkandung dalam jangka waktu antara pelepasan kredit dengan pembayaran kembali.
Hal ini berarti semakin panjang waktu kredit semakin tinggi resiko kredit.
d. Prestasi disini berarti bahwa setiap kesepakatan antara bank dengan debiturnya mengenai suatu pemberian kredit, maka pada saat itu pula akan terjadi suatu prestasi dan kontra prestasi

Pemberian kredit oleh bank mempunyai resiko yang tinggi karena begitu kredit sudah berada ditangan debitur, pihak bank akan sulit untuk mengetahui dan mendeteksi uang tersebut. Sehingga mungkin saja terjadi sesuatu yang tidak dimungkinkan dikemudian hari.
Dasar-Dasar Pemberian Kredit

Dalam menyalurkan kredit, bank harus melaksanakan kegiatan perkreditan secara sehat yang lazim dikenal dengan prinsip (The five C’s of Credit Analysis)
Yang merupakan dasar pemberian kredit, yaitu :
a. Caracter (watak)
Sasaran penilian terhadap nasabah (debitur) adalah kemapuan mengendalikan usaha, prospek masa depan usaha, produksi dan pemasaran.
b. Capacity (kepampuan)
Sasaran penilaian terhadap nasabah (debitur) adalah kemapuan mengendalikan usaha, prospek masa depan usaha, produksi dan pemasaran.
c. Capital (modal)
Kredit bank pada dasarnya hanya merupakan modal tambahan. Nasabah (debitur) harus sudah mempunyai modal awal tergantung dari jenis kegiatan usaha. Namun biasanya besar modal awal minimum 20 persen dari total dana yang dibutuhkan.
d. Collateral (agunan/jaminan)
Jaminan merupakan salah satu unsur perjanjian kredit, jaminan diperlukan untuk memberikan keyakinan pada bank bahwa nasabah (debitur) sanggup mengembalikan pinjaman sesuai dengan perjanjian. oleh karena itu besarnya jaminan dalam perjanjian kredit minimal 100 persen dari nilai kredit.
e. Conditio of economy (kondisi perekonomian/prospek usaha debitur)
Penilaian diutamakan pada situasi dan kondisi politik, sosial, ekonomi, dan budaya yang mempengaruhi keadaan ekonomi dalam kurun waktu tertentu. Keadaan perekonomian disini adlah perekonomian negara, nasabah (debitur), maupun keadaan perekonomian bank pemberi kredit.
Disampin ke 5 prinsip pemberian kredit tersebut diatas bank pada dasarnya memberikan kredit kepada nasabah harus berpedoman pada :
Prinsip kehati-hatian (prundential principle) yaitu ;

Bank dalam menjalankankegiatan usahanya, termasuk pemberian kredit kepada nasabah debitur harus selalu berpedoman pada menerapkan prinsip kehati-hatian. Prinsip ini antara lain diwujudkan dalam bentuk penerapan secara konsisten berdasarkan itikad baik terhadap semua persyaratan dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pemberian kredit oleh bank yang bersangkutan.

Penggolongan Kredit Bank
Istilah tersebut adalah untuk menunjukkan penggolangan kredit berdasarkan kolektibilitas kredit yang menggambarkan kualitas kredit tersebut.
Menurut SK Direktur Bank Indonesia no. 30/267/KEP/DIR tersebut adalah sebagai berikut :
1. Kredit Lancar, yaitu apabila memenuhi kriteria :
• Pembayaran angsuran pokok atau bunga tepat;
• Memiliki mutasi rekening yang aktif; atau
• Bagian dari kredit yang dijamin dengan agunan tunai
2. Kredit dalam perhatian khusus, yaitu apabila memenuhi kriteria :
• Terdapat tunggakan pokok dan atau bunga yang belum melampaui 90 hari;
• Kadang-kadang terjadi cerukan;
• Mutasi rekening relatif rendah;
• Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang di perjanjikan; atau
• Didukung oleh pinjaman baru.
3. Kredit kurang lancar, yaitu apabila memenuhi kriteria :
• Terdapat tunggakan angsuran pokok atau bunga yang telah melampaui 90 hari;
• Sering terjadi cerukan;
• Frekuensi mutasi rekening relatif rendah;
• Terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitur;
4. Kredit diragukan, yaitu apabila memenuhi kreteria :
• Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga yang telah melampaui 180 hari;
• Sering terjadi cerukan yang bersifat permanen;
• Terjadi wanprestasi lebih dari 180 hari;
• Terjadi kapitalisasi bunga,
• Dokumentasi hukum yang lemah baik untuk perjanjian kredit maupun peningkatan jaminan.

5. Kredit Macet, apabila memenuhi kriteria :
• Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga yang telah melampaui 270 hari
• Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru
• Dari segi hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar.

PERJANJIAN KREDIT
Istilah Perjanjian Kredit pertamakali dikemukakan dalam Instruksi Presidium Kabinet No. 15/EK/10/1996 jo SE Bank Negara Indonesia Unit I No. 2/UPK/Pemb/1966 Tentang Pedoman Kebijaksanaan di Bidang Perkreditan.

Pengertian perjanjian menurut pakar hukum :
Mariam Darus Badrulzaman :
“perjanjian kredit bank adalah perjanjian pendahuluan (voorovereenkomst) dari penyerahan uang, sebab keberadaan perjanjian kredit bank ini didahului oleh adanya perjanjian pinjam meminjam yang merupakan perjanjian pokok, yaitu perjanjian kredit”.

R. Subekti :
“Dalam bentuk apapun juga perjanjian kredit itu diadakan, pada hakekatnya yang terjadi adalah suatu perjanjian pinjam meminjam sebagaimana diatur dalam KUHPerdata (Pasal 1754 sampai pasal 1769)”.

Dari pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa :
- perjanjian kredit bank hanya terjadi dalam perjanjian pinjam uang saja
- perjanjian kredit bank hanya terjadi dilingkungan perbankan antara nasabah dengan bank atau dengan bank sentral atau lain perkataan yang terjadi dilingkungan perbankan. ###

Tidak ada komentar:

Posting Komentar